Travelling

Memasuki Hutan Harus Membawa Cermin, Kisah Mistis saat memasuki Pedalaman Hutan Kalimantan

Apa yang ada dibenakmu ketika mendengar hutan Kalimantan? Apakah ular besar yang berenang di sungai atau hutan gelap yang menyeramkan?

Ternyata bukan itu, Sebuah hutan di pedalaman Kalimantan Timur berikut ini memiliki kisah misteri yang cukup menyeramkan. Berada di tengah hutan tersebut tak boleh bicara kalau tidak ingin tersesat dan hilang.

Hutan tersebut berada di Desa Genting Tanah, Kecamatan Kutai Kartanegara. Untuk mencapai hutan tersebut harus dengan menaiki perahu, melewati ketenangan Sungai Belayan, lalu masuk ke sungai yang lebih kecil.

sungai kalimantan
credit gambar: kompas.com

Sungai tersebut bernama Sungai Luah Tanjung yang lebarnya hanya lima meter. “Jangan berbicara aneh-aneh saat di hutan,” kata Anton Suparo (48) sang penjaga hutan.

Dia mengingatkan, hutan tersebut merupakan rawa gambut. Dalamnya bisa mencapai enam meter. Berjalan di hutan ini harus hati-hati.

“Kedalaman gambut di sini bisa mencapai enam meter. Jika tidak hati-hati berjalan, kita bisa saja terperosok,” ujar Anton.

Anton adalah Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Genting Tanah. Badri David yang juga merawat hutan mengingatkan hal-hal yang sama tentang pantangan selama berada di dalam hutan.

“Intinya kita dilarang berbicara yang macam-macam. Misalnya merasa lebih jago, lebih hebat atau berbicara kasar lainnya. Karena setiap hutan ada penghuninya,” kata pria yang biasa disapa Pak Map.

Pak Map menyebutkan, penghuni hutan yang dimaksud adalah penghuni gaib. Jika marah karena ucapan seseorang, penghuni gaib hutan tersebut bisa tersesat dan tak tahu jalan pulang.

“Setiap hutan ada aturannya yang harus ditaati. Jangan berbicara kasar, jangan merusak hutan, jangan mengambil sesuatu secara berlebihan,” kata Pak Map.

hutan kalimantan
gambar via: grid.id

Dia menceritakan, pernah ada warga yang tersesat karena mencoba menebang pohon di hutan tersebut. Beruntung warga tersebut membawa mesin pemotong pohon. “Arah suara mesin itu jadi petunjuk warga lainnya untuk mengeluarkannya dari hutan,” kata Pak Map yang berprofesi sebagai pekebun kelapa sawit.

Kisah lainnya, suatu ketika desa datang ke petugas kehutanan untuk membantu warga hutan desa. Pemetaan dilakukan dengan membuka akses di pinggir hutan. Saat membuka akses itu, tentu dibutuhkan parang untuk menebas semak belukar. Saat asyik menebas, tiba-tiba parang terlepas dari gagangnya. “Kita berusaha mencari parang itu namun tak kunjung ketemu,” kata Badri.

Seharusnya, parang yang terlepas dari gagangnya itu tidak jauh dari lokasi mereka. Apalagi tebasan tidak terlalu kuat sehingga hanya jatuh di sekitar mereka. sini minta parangmu. Petugas kehutanan itu tak langsung menjawab dan hanya memberi kode, sudah tidak usah disebut,” kata Pak Map.

Petugas itu memahami kode dari penghuni gaib sehingga meminta Pak Map untuk tidak disebut nyaring-nyaring. Mereka lalu meninggalkan hutan hanya dengan membawakan Gagang parang.

Membawa Cermin Agar Tidak Tersesat

hutan kalimantan
hutan kalimantan/via: okezone.com

Agar tidak tersesat, Pak Map biasanya membawa cermin saat memasuki hutan. Tujuannya agar tidak diganggu oleh penghuni hutan tersebut. “Aku selalu bawa cermin supaya tidak diganggu. Karena cermin memantulkan bentuk asli sehingga penghuni gaib tidak bisa menipu pandangan kita,” ujarnya.

Sejak tahun 2020 lalu, hutan Desa Genting telah berubah status menjadi hutan desa, warga desa kompak menjaga hutan mereka dari ancaman perambahan.

Hingga kini, hutan tersebut terjaga dengan baik. Anton dan Pak Map memiliki tugas yang berat. Mereka harus memastikan hutan desa digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran desa.

“Untuk mensejahterakan masyarakat karena hutan menjadi sumber ikan, sumber perkembangbiakan ikan,” kata Anton. Dia juga mengatakan, di hutan ini bisa ditemukan beragam tanaman endemik Kalimantan termasuk hewan-hewan langka yang hidup disana.

sumber: inews.com

Bagikan ke: